Kita Bagai Jakarta Sehabis Hujan

Alasan mengapa kita menjalankan rutinitas sehari-hari adalah satu, untuk bertahan hidup. Sejak lahir kita telah dibentuk supaya kedepan nanti mampu melakukan proses demi bertahan hidup. Ketika diasuh Ibu, diberikan asi untuk memenuhi nutrisi dengan harapan kelak tumbuh dewasa. Kita diajari berbicara, berinteraksi dengan sesama dan segala elemen yang ada di dunia ini. Tumbuh besar, berkecukupan merupakan impian bagi setiap orang.

Setelah kita telah mampu melewati proses yang demikian, mulailah berkenalan dengan pendidikan, namun hal ini tidak se-ideal atas apa yang telah menjadi hak kita sebagai masyarakat, masih banyak diantara kita tidak bisa mengakses pendidikan tersebut, mereka yang tidak bisa mengakses ini, tak jarang harus melompat jauh untuk mulai bekerja, mereka tidak bisa menikmati bermain bersama teman-teman dibangku sekolah, mereka justru harus lompat dan masuk ke gerbang dimana keringatnya akan diperas habis.


Jakarta, kota yang sekian lama telah menjadi utopia untuk melampiaskan kesengsaraan, kota impian yang siap menginjak-injak tulang punggung ini tetap mampu mengilusi kita pada sebuah kemakmuran. Berbagai macam suku, ras, ada ditempat ini, berharap bisa mulus untuk bertahan hidup.

Namun apa yang terjadi hanyalah sebuah angan belaka, hakikatnya, nasib kita tetaplah sama, kaum pelajar, pekerja, nelayan yang semakin terkikis, petani harus mencangkul beton dan kaum miskin kota diusir paksa. Mereka semua punya masalah masing-masing, tapi semua punya satu masalah yang sama, lambat laun kita akan tenggelam.

Bagai Jakarta sehabis hujan, kota yang selalu tegenang air, padatnya kendaraan pribadi kelas menengah, pelayan publik tak memihak kaum miskin, kelas pekerja yang habis manis sepah dibuang, kota ini sangat menyeramkan, anak-anak lapar disamping kemewahan rumah makan, saudara diusir rumah sakit, pengangguran berhamburan, jangan tanya pemerintah berbuat apa, mereka sibuk selingkuh dengan konglomerat dan terus memproduksi ilusi, agar kita tetap bermimpi, ketika bangun maka tiaraplah, jangan coba macam-macam, bertarunglah satu sama lain untuk bertahan hidup, pada akhirnya semua akan tenggelam dalam mimpi masing-masing.

Komentar