Malangnya Jam Dinding
Sesuatu itu tidak ada yang sepele, menyepelekan sesuatu berarti memperbesar suatu masalah. Jam dinding itu mengingatkan pada waktu, waktu yang terus berjalan, waktu yang terus berputar. Malang nasib jam dinding, dibiar mati tak berdaya, disepelkan layaknya tak berguna. Meniadakan keadaannya berarti melupakan jasanya yang mengingatkan pada waktu: detik, menit, jam.
Seperti kaum pekerja, dihisap tenaganya, diperas keringatnya dan dilupakan keberadaannya sebagai manusia. Layaknya jam dinding, sesuatu yang berguna dan disepelekan. Bagi para penguasanya, jam dinding yang habis tenaganya, yang tak berputar sesuai keinginannya akan dibuang begitu saja, seperti kaum pekerja. Tak tunduk maka tak jelas kehidupannya, melawan berarti siap untuk dibuang layaknya jam dinding.
Jam dinding memang mesin mekanik yang dibuat untuk mengingatkan waktu, manusia bisa seenaknya mengatur tanpa belas kasih. Memaksa jam dinding berteriak setiap jamnya agar kita ingat waktu telah menunjukkan pukul sekian, tapi lihat kondisinya, dibaluti debu dan usang. Seperti kaum pekerja, tapi mereka bukanlah jam dinding, mereka manusia yang dibentuk dan dipaksa menjadi jam dinding, dan manusia itu sendiri yang melakukan, bukan jam dinding. Bekerja layaknya mesin mekanik, diatur seperti jam dinding.
Setelah sekian lama jam dinding mati karena habis tenaganya, untuk menyalakan dibutuhkan tenaga baru. Setelah beberapa tahun rupanya sang penguasa baru sadar untuk memberikannya tenaga baru agar hidup kembali. Jam dinding sedih diberi tenaga baru, tak rela ditindas seenaknya oleh manusia.
Seperti kaum pekerja, dihisap tenaganya, diperas keringatnya dan dilupakan keberadaannya sebagai manusia. Layaknya jam dinding, sesuatu yang berguna dan disepelekan. Bagi para penguasanya, jam dinding yang habis tenaganya, yang tak berputar sesuai keinginannya akan dibuang begitu saja, seperti kaum pekerja. Tak tunduk maka tak jelas kehidupannya, melawan berarti siap untuk dibuang layaknya jam dinding.
Jam dinding memang mesin mekanik yang dibuat untuk mengingatkan waktu, manusia bisa seenaknya mengatur tanpa belas kasih. Memaksa jam dinding berteriak setiap jamnya agar kita ingat waktu telah menunjukkan pukul sekian, tapi lihat kondisinya, dibaluti debu dan usang. Seperti kaum pekerja, tapi mereka bukanlah jam dinding, mereka manusia yang dibentuk dan dipaksa menjadi jam dinding, dan manusia itu sendiri yang melakukan, bukan jam dinding. Bekerja layaknya mesin mekanik, diatur seperti jam dinding.
Setelah sekian lama jam dinding mati karena habis tenaganya, untuk menyalakan dibutuhkan tenaga baru. Setelah beberapa tahun rupanya sang penguasa baru sadar untuk memberikannya tenaga baru agar hidup kembali. Jam dinding sedih diberi tenaga baru, tak rela ditindas seenaknya oleh manusia.
Komentar
Posting Komentar