Yang Kubutuhkan Bukan Rasa Kasihan Tapi Hidup Layak

Tarmin bukanlah seorang anak muda yang bisa menikmati kemewahan barang-barang yang dimiliki banyak orang, ini bukan persoalan takdir baginya, bukan persoalan kurang beruntungnya sebuah hidup, Tarmin menyimpulkan ini karena ada sebagian kecil orang rakus yang bahkan mencuri jatah sesuap nasinya.

Tarmin kecil memang sudah kenyang dengan perihnya menahan lapar, keringnya tenggorokan menahan haus, menahan rasa lengket badan karena air pompa yang kian mengering. Tarmin sekarang bagai orang yang mampu hidup ditengah padang pasir, wajahnya yang kusam sudah menunjukan kengerian kisah pilu.

Tak jarang teman-temannya memandang dengan rasa kasihan, namun Tarmin tegas mengingatkan:

"Jangan pernah memandang diriku dengan rasa kasihan, kasihanilah mereka yang miskin hati memandang orang dengan rasa kasihan, apakah kamu sudah merasa lebih bahagia dariku?"

Mereka (teman-temannya) ada yang berpikir Tarmin orang yang sombong, ada yang berpikir Tarmin orang yang tak tahu diri, bermacam pikiran mereka dan akhirnya ada yang bertanya pada Tarmin:

"Tarmin kenapa kau mengingatkan kami seperti itu? Kami tidak bermaksud merendahkanmu, bukankah ini perasaan senasib kami kepadamu?"

Tarminpun menjawab dengan cerita yang panjang, ia memulai cerita. Disaat sedang duduk istirahat sebelum pulang kerja, selepas magrib itu Tarmin duduk lelah bersandar tembok warkop sambil menguping suara acara di TV, Ia sedih mendengar pendapat dalam acara tersebut. Bagaimana tidak, acara itu bilang kemiskinan hanyalah untuk orang malas. Tarmin sangat terpukul, marah, namun itu hanya sesaat. Salah satu temannya bertanya:

"Kenapa hanya sesaat? Aku mendengar ceritamu saja sangat marah, tidak akan ku maafkan orang seperti itu"

Tarmin menjawab dengan penuh perasaan dan kejujurannya:

"Kalian pikir aku hidup dengan penuh kesedihan sejak kecil sampai sekarang ini, kalian salah jika berpikir seperti itu, kalian pikir aku tidak pernah merasa bahagia, kalian juga salah jika berpikiran demikian pula. Kita semua pernah merasa sedih dan bahagia, tapi jangan pernah memandang orang dengan rasa kasihan seperti itu, bagiku itu adalah bagian kecil dari merendahkan orang lain." Mereka terdiam mendengar jawaban Tarmin.

"Untuk apa menanam dalam-dalam kemarahan terhadap pendapat seperti itu, aku tidak bisa, marahku hilang ketika ada kalian tumbuh besar bersamaku, hilang melihat senyum kalian kepadaku, menerimaku apa adanya. Kita masih bisa berbagi sesuap makan, lapak tidur dengan kondisi seperti ini, itu sudah cukup membuang rasa marah yang mendalam. Jadi buang jauh memandang orang lain dengan rasa kasihan, pandangan kalian dengan pendapat acara TV itu sama-sama bagian kecil dari merendahkan orang lain". Teman-temannya kaget mendengar jawaban Tarmin, mereka senang bisa kenal dengan seorang Tarmin.
Sumber: anarkis.org

Dari semua jawaban Tarmin, mereka mendapat pandangan baru. Memandang orang lain dengan rasa kasihan adalah dalih dari ketidakmampuan untuk menolong, terlebih dengan pendapat acara TV itu, sudah berdalih menyalahkan pula. Mereka sadar, sifat yang demikian sama seperti negara ini, menebar rasa kasihan dan tak jarang berdalih menyalahkan tanpa pernah mampu berbuat apapun.

Tarmin tak sadar telah memberikan pandangan baru kepada teman-temannya. Mereka heran kenapa banyak orang diluar sana bisa rakus memakan makanan lezat, sementara mereka tak jarang menahan perih rasa lapar, orang diluar sana tidur nyaman tanpa harus takut diusir, orang diluar sana hidup nyaman lalu berlomba mengejar kemewahan tapi mereka mati-matian berjuang untuk makan, minum, tidur dengan tenang, tanpa memikirkan membeli baju baru.

Bagi Tarmin dan teman-temannya sekarang bahagia bukanlah persoalan berapa banyak uang yang ditabung dalam bank, merasa lebih bahagia bukan berarti bisa merendahkan orang lain. Memandang kasihan kepada orang yang tampak menyedihkan itu tidak membuat orang tersebut kenyang perutnya. Ya, bagi Tarmin dan teman-temannya ada yang salah dengan tatanan kehidupan sekarang ini dan yang terpenting tak luput pasrah, tetap berjuang bersama, bertahan hidup jadi lebih layak.

Komentar

Posting Komentar