Melihat Dunia Layaknya Seorang Anak

Sumber: phillyvoice.com
Aurora tentu sangat sadar, dunia sedang dalam keadaan tidak baik-baik saja. Bencana alam, kemiskinan, perang, teror, hampir di belahan dunia manapun telah terjadi. Siapa yang harus disalahkan? Kenapa semua ini terjadi? Sebenarnya apa yang sedang dia rasakan? Apa yang dipikirkan olehnya?

Setiap orang bisa merasakan trauma ketika dirinya mengalami sebuah bencana, fisik ataupun batin akan terguncang. Ada seorang Ibu yang merasakan pedihnya kehilangan seorang anak karena terbunuh dalam ruang konflik, ada sang Ayah yang gelisah belum mendapatkan upah yang akan digunakan untuk membeli susu si anak.

Aurora telah melihat itu, iya juga bisa merasakan itu. Hatinya terkadang sakit menghadapi kenyataan tersebut, tak jarang Aurora marah, berharap semua ini berakhir secepat mungkin. Dunia seperti ini begitu kejam, karena seorang anak akan merasakan hal sama bila semua ini tak berakhir.

Dia selalu ingin kehidupan penuh kegembiraan, layaknya anak-anak bermain dengan temannya-temannya, berlari saling mengejar, teriak, tertawa bersama. Ia ingin manusia antar manusia berbagi satu sama lain. Membayangkan pada hari ini dirinya memakan daging tapi disamping itu ada yang kelaparan sangat memilukan hatinya.

Aurora mencoba lari dari kenyataan ini, berusaha menghapus pikiran ini semua. Lalu ia melihat dunia layaknya seorang anak, dengan cara seperti itu Aurora merasakan kehangatan pelukan seorang Ibu, dinginnya dunia pada kehidupan perlahan hilang, sampai akhirnya tenggelam pada suasana nyaman.

Tapi semua ini hanya berlaku sesaat saja, setelah terbangun dari tidur panjangnya Aurora merasakan kembali kengerian dunia seperti ini. Kenaifan tidak bisa memperbaiki dunia ini, begitu pula perasaannya.

Kehidupan seperti ini harus berubah, dunia harus jadi lebih baik. Aurora ingin seorang anak tak perlu lagi menjadi korban, selama dia berusaha untuk lari dari kenyataan, selama itu pula anak cucunya akan merasakan hal yang sama.

Komentar