Kemanusiaan Untuk Siapapun

Banyak diantara kita menanggapi berita penyerangan Israel ke Palestina dengan jiwa yang berapi-api, dengan jiwa solidaritas tinggi, dengan jiwa korsa sekalipun. Ini patut dibanggakan, setidaknya banyak diantara kita yang peduli dengan kasus-kasus bahkan nan-jauh dimata, setidaknya selemah-lemahnya iman besuaralah atas sebuah masalah.

Sepertinya banyak diantara kita sudah tahu, bahwa penyerangan Israel ke Palestina bukan penyerangan yang sesekali, penyerangan ini telah dilakukan berkali-kali. Sepertinya banyak diantara kita masih ingat, bahwa penyerangan Israel ke Palestina bukan penyerangan yang hanya dilakukan tahun ini, penyerangan ini telah dilakukan bertahun-tahun lamanya.

Banyak diantara kita sepakat, permasalahan ini telah mencederai kemanusiaan, mulai dari seorang Ayah, Ibu, tak luput anak-anak juga balita menjadi korban. Luka, tangis, ketakutan, harapan tak bisa lepas dari sebuah tragedi kemanusiaan. Tragedi kemanusiaan adalah momok yang belum bisa hilang dari dunia ini.

Tapi apa kita ini, menanggapi penyerangan Israel ke Palestina dengan membabi buta, tanpa harus menelaah apa inti dari permasalahan tersebut, menanggapi penyerangan ini dengan kebencian-kebencian. “Israel Zionis! Zionis itu Yahudi!” apakah ini benar? Seharusnya kita tahu bahwa Zionis dengan Yahudi itu berbeda. “Israel menghancurkan tanah Islam!” apakah ini benar? Seharusnya kita tahu Palestina bukanlah negara dengan penduduk Islam sepenuhnya.

“Islam telah dilukai oleh Yahudi! Umat Islam harus bersatu lawan Yahudi!” pun masalah ini berubah menjadi perang antar kedua agama. Dikepala hanya ada umat Islam yang menjadi korban, lupa bahwa ada yang diluar Islam juga merupakan korban. Dikepala hanya umat Islam yang berjuang melawan penindasan ini, tidak tahu bahwa yang diluar Islam juga turut berjuang.

Apa arti dari kemanusiaan dengan batasan-batasan? Apa arti kemanusiaan karena sebuah idientitas? Kalau begitu caranya cobalah bertanya pada diri kita masing-masing, dan coba sedikit berandai-andai, seandainya korban atas serangan Israel ke Palestina adalah bukan yang seagama dengan kita apakah tetap membabi buta merespon ini? Akuilah itu tidak akan, karena kita tidak se-membabi buta itu merespon penumpasan suku Indian. Bagaimana respon kita saat fakta berkata bahwa tentara Israel yang menyerang Islam di Palestina adalah tentara yang juga beragama Islam? Akuilah kita akan kecut dan tidak membabi buta merespon ini.

Untuk kita yang berkemanusiaan dengan batasan-batasan, karena idientitas, kemanusiaan tak kenal batasan-batasan, tak kenal idientias. Untuk kita yang berkemanusiaan dengan batasan-batasan, karena idientitas, jangan jual kebencian-kebencian atas nama kemanusiaan, itu hanya membuat manusia tidak sadar bahwa dirinya tidak sadar.

Kalau kemanusiaan itu dilihat karena idientitasnya, berarti kemanusiaan kita patut dipertanyakan. Yang seperti ini suaranya sangat keras ketika kemanusiaan dicederai, walaupun bahkan tidak bisa melihatnya dengan mata telanjang.

Dan yang seperti ini tidak akan bersuara, atau bungkam, bahkan tidak tahu ketika kemanusiaan dicederai yang sangat nampak dengan mata telanjang, darahnya membanjiri kaki di tanah tempat bertapak. Mengerikan bukan kita itu, bahkan kemanusiaan hanya untuk idientitas tertentu.

Aku tidak pernah menyalahkan kita untuk menyuarakan kemanusiaan, tapi aku hanya mengajak kita untuk lebih teliti, mau menganalisa terlebih dahulu, dengan pikiran yang jauh dari kebencian-kebencian, dengan pikiran yang terbuka, dengan sudut pandang yang luas, setidaknya agar kekeliruan terhadap suatu masalah tidak menjadi warisan untuk anak cucu nanti. Apakah ini salah?

Apapun itu tragedi kemanusiaan harus kita respon, tanpa ada batasan-batasan, tanpa melihat idientitas, apapun itu tragedi kemanusiaan jangan pernah dilupakan. Sebagai penutup, ada baiknya dengan kutipan dari Pram “Kalau kemanusiaan tersinggung, semua orang yang berperasaan dan berpikir waras ikut tersinggung, kecuali orang gila dan orang yang memang berjiwa kriminil, biarpun ia  sarjana”.

Komentar

Posting Komentar